SELAMAT DATANG ...

SELAMAT DATANG DAN BERGABUNG DENGAN BLOG PRIBADI SAYA, MARI BERBAGI INFORMASI DAN PENGALAMAN

Selasa, 17 Juni 2014

Jabat Tangan Prabowo



Jabat Tangan Prabowo
Oleh : Yenrizal
(Dosen Komunikasi IAIN Raden Fatah dan Kandidat Doktor Ilmu Komunikasi)

            Debat kandidat capres tahap kedua sudah dilakukan. Banyak hal menarik disana, banyak pula hal-hal yang sebenarnya bisa menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan pilihan. Situasi debat sudah mulai terasa hidup, walau sedikit terganggu dengan penampilan moderator yang terkesan kaku. Di tengah-tengah debat, kita disuguhkan tampilan yang belum pernah terjadi dalam debat-debat seperti ini sebelumnya, Prabowo mengamini Jokowi dan kemudian menyalaminya sambil berkata, “saya setuju dengan gagasan anda.”

            Apa yang dilakukan Prabowo memang di luar kebiasaan yang pernah terjadi. Alih-alih mendapatkan suasana tegang dan panas dalam sebuah debat, publik disuguhkan situasi yang cair. Prabowopun sempat bercanda, “nggak apa-apa pak Jokowi, kita yang capek juga nih dengan begini-begini.”
            Inilah debat antar kandidat capres di negara ini. Saya melihatnya dari aspek ilmu komunikasi, bahwa ajang debat adalah ajang komunikasi politik dalam rangka meraih dukungan publik. Dalam konteks masyarakat rasional dan demokrasi, ajang debatlah yang menjadi salah satu tolok ukur kekuatan dan kelebihan seorang calon pemimpin. Pada debat, kita bisa melihat dan menilai banyak hal, mulai dari gagasan, program kerja, penampilan, sikap dan pribadi seorang calon pemimpin. Debat di hadapan publik, bukan sekedar penyampaian visi misi, tapi disitu juga ada penilaian atas personal si calon.
            Pilpres sendiri adalah ajang memilih pemimpin tertinggi pemerintahan di negara ini. Tugas presiden bukan hanya mengurusi soal tetek bengek urusan dalam negeri, tapi juga kemampuan berdiplomasi dan menampilkan sosok yang disegani oleh negara-negara lain. Ia tidak hanya mengurusi satu kabupaten/kota atau hanya satu provinsi. Presiden terpilih nanti akan mengurusi Indonesia dari Sabang sampai Merauke secara utuh. Presiden nanti akan berhubungan dengan puluhan gubernur dan ratusan Bupati/Walikota. Problem masing-masing daerah akan sangat beragam, karena itulah dibutuhkan pemimpin yang mampu mengayomi, berkoordinasi, dan berkomunikasi yang baik.
            Dalam beberapa literatur sering dimunculkan harapan publik kepada pemimpin. Harapan ini mengacu ada pengalaman sejarah Indonesia sendiri, seperti sosok para founding father negara ini. Indonesia membutuhkan sosok negarawan, bukan sekedar sosok seorang birokrat. Seorang negarawan adalah seorang yang memiliki jiwa-jiwa kepemimpinan seperti jujur, berintegritas, punya rasa kepedulian, tegas, merakyat, mampu berdiri di atas semua golongan, dan memiliki sikap ksatria sejati. Indonesia merindukan sosok seperti itu.
            Prabowo Subianto, dalam debat capres tahap kedua lalu, saya pikir mampu mengambil salah satu wilayah itu. Jabat tangan dan pengakuan seorang peserta debat kepada lawannya, bukanlah hal yang sederhana. Momen itu ditonton dan disaksikan oleh jutaan mata, jutaan rakyat Indonesia, dimana suara rakyat yang menonton itulah yang menjadi kunci keterpilihan dia nantinya. Saya tidak yakin Prabowo melakukan itu tanpa perhitungan. Mungkin memang itu bukan bagian dari rancangan debat yang telah ia susun, sifatnya mungkin spontan, muncul karena insting saja. Tetapi saya percaya, Prabowo sadar melakukan itu, sadar bahwa ia sedang berada dalam sorotan rakyat Indonesia.
            Pertanyaanya, apakah Prabowo blunder dengan melakukan jabat tangan tersebut? Apakah itu adalah gol bunuh diri? Banyak pandangan bisa diberikan tentang ini. Bagi pendukung Jokowi, ini bisa dimaknai sebagai bentuk pengakuan bahwa Jokowi lebih baik dan Prabowo sudah melakukannya. Bisa pula dimaknai bahwa penjelasan dari Jokowi sudah komprehensif. Kata akhirnya, Jokowi lebih baik dari Prabowo. Syah-syah saja, karena dalam konteks komunikasi, makna sebuah pesan (terutama pesan non verbal) ada pada pemirsa. Publiklah yang memaknai semua itu.
            Namun, saya (yang sampai saat ini belum mendukung salah satu pihak), secara keilmuan komunikasi, ini adalah sebuah pesan kuat yang mengandung ragam makna. Ini adalah simbolik, yang maknanya ada pada individu-individu yang menyaksikan.
Selama ini ada asumsi yang sering dikembangkan, bahwa Prabowo dengan latar belakang militernya, punya kecenderungan untuk bersikap otoriter. Otoriter bisa dimaknai sebagai sikap yang hanya menurutkan keinginan sendiri, tidak mau mendengar pandangan orang lain. Jabat tangan dan pengakuan dari Prabowo bahwa ide Jokowi bagus, saya pikir bisa mematahkan asumsi itu. Mungkin benar bahwa ketika masih militer aktif, Prabowo punya sikap memerintah dan cenderung otoriter terhadap anak buahnya. Nuansa militer memang membutuhkan itu. Tapi, ketika ia sudah menjadi sipil dan mencalonkan diri jadi capres, Prabowo menyadarinya.
Realitas lain yang bisa dipahami adalah salah satu bentuk kenegarawanan. Bahwa indikator sikap negarawan bukan hanya itu, betul. Tapi setidaknya sikap yang menunjukkan menghargai pandangan lawan dan secara ksatria mengakui bahwa ia setuju dengan gagasan lawan, itu indikasi bahwa menjadi pemimpin harus mengadopsi semua pandangan, bahkan dari lawan politik sekalipun. Terus terang kita merindukan pemimpin yang memiliki sikap seperti itu. Saya belum pernah menemukan pemimpin yang secara tegas mengakui bahwa apa yang disampaikan lawan politik itu bagus, dan akan mendukungnya. Sampai disini, saya harus akui bahwa Prabowo mampu menunjukkan ke publik bahwa ia bukan orang yang selalu menganggap dirinya benar. Lawanpun, pada posisi tertentu harus diakui keunggulannya.
            Debat adalah pertarungan politik, tidak hanya pertarungan gagasan, namun lebih kuat pada image publik. Siapa yang bisa memenangkannya, publiklah yang bisa menilai. Harus dilihat pula bahwa kita berbicara debat dalam konteks sistem sosial budaya masyarakat Indonesia. Ada aspek budaya yang harus diperhatikan, yang nantinya akan menunjukkan kedewasaan seseorang. Saya memimpikan, kedepannya, dalam debat-debat berikutnya, sikap-sikap dewasa, sikap-sikap kenegarawanan akan dimunculkan oleh para capres dan cawapres yang bertarung. Mudah-mudahan juga Jokowi sebagai orang yang diharapkan juga menunjukkan sikap negarawannya, akan mampu mengimbangi. Paling tidak, publik akan disuguhkan episode-episode penuh kedamaian, menatap calon pemimpin yang punya rasa saling menghargai, punya kejujuran dalam mengakui gagasan lawan. Jika ini terwujud, ketegangan dan rasa panas akibat tensi politik tinggi ini, akan mampu teredam di tingkat akar rumput. Para pemimpin harus memberi contoh, entah itu Prabowo atau Jokowi. Kita tunggu episode selanjutnya.
(Tulisan ini sudah dipublikasikan di HU Berita Pagi, Selasa 17 Juni 2014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar