SELAMAT DATANG ...

SELAMAT DATANG DAN BERGABUNG DENGAN BLOG PRIBADI SAYA, MARI BERBAGI INFORMASI DAN PENGALAMAN

Sabtu, 24 Juli 2010

E-Gov Bukan Sekedar Pajang Situs

E-Gov, Bukan Sekedar Pajang Situs
Oleh : Yenrizal
(Dosen Komunikasi IAIN Raden Fatah Palembang)

Sekitar tahun 2004 lalu, saya menuju sebuah kabupaten di wilayah Sumatera Selatan untuk suatu kegiatan penelitian. Dikarenakan jarak yang jauh, saya baru sampai di kabupaten tersebut selepas sholat Jum’at. Tujuan pertama saya adalah kantor Pemerintah Daerah setempat untuk memperoleh data tentang gambaran umum kabupaten dan kecamatan. Dikarenakan hari Jum’at dan sudah menjelang sore, saya tak menemukan siapa-siapa di kantor tersebut. Penjelasan dari seorang staf yang masih tersisa, semua sudah pulang, data tak bisa saya peroleh. Saya mesti tunggu hari Senin karena Sabtu kantor libur (lima hari kerja). Saya tak bisa memaksakan, yang jelas selama tiga hari waktu saya terbuang dan saya terpaksa melakukan kegiatan lain untuk riset tersebut.


Itulah realitas gambaran administrasi perkantoran di lembaga pemerintahan negara ini, yang saya yakin banyak ditemukan di kantor pemerintahan lain. Mengapa itu terjadi? Hal utama karena sistem administrasi perkantoran masih dilakukan secara manual. Semua data-data tersimpan dalam arsip dan berkas berupa buku, laporan dan hanya bisa diperoleh pada saat jam kantor. Ketika jam kerja dipersingkat menjadi lima hari (Senin-Jum’at), kesempatan berurusan di kantor juga berkurang.
Realitas di atas bisa diatasi dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi, dimana instansi pemerintahan diharuskan menerapkan metode electronic government (e-gov). Hal ini sudah terjawab melalui Inpres No.3/2003 tentang kebijakan dan strategi nasional pengembangan e-gov. Hakekat e-gov adalah pelaksanaan sistem administrasi pemerintahan berbasis elektronik guna meningkatkan layanan efektif dan efisien. Terhitung sejak tahun 2003 hingga sekarang masing-masing unit pemerintahan (provinsi, kabupaten/kota) berlomba-lomba memajang situsnya di internet. Bisa dikatakan saat ini semua wilayah tersebut sudah punya situs, kecuali beberapa wilayah baru hasil pemekaran.
Esensi dasar dari e-gov adalah pelayanan pemerintahan secara efektif dan efisien. Indikasinya adalah pelayanan cepat dan murah (non birokratis), 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu, dimana saja dan kapan saja, relatif lebih “bersih” dan transparan, pemberdayaan masyarakat memilih informasi, kerja pemerintah lebih efisien. (Mis: e-mail, tele-conference, video-conference). Melalui konsep ini, maka kasus yang menimpa saya sebagaimana ilustrasi di awal tulisan ini bisa diatasi. Saya tidak perlu terpatok pada jam kerja kantor untuk sekedar memperoleh informasi umum suatu daerah. Cukup buka internet, semua ada di situ, siang atau malam bisa diakses.
Persoalannya sekarang, setelah sekian tahun dicanangkan dan kemajuan teknologi informasi bergerak cepat, sudahkah hal itu terwujud? Jika kita telusuri beberapa situs pemerintahan yang sudah dibuat, maka saya berkesimpulan awal bahwa yang terjadi umumnya baru sekedar memajang situs lembaga di internet. Padahal yang diinginkan dalam pengelolaan e-gov ini adalah terwujudnya transformation atau horizontal integration, yang didalamnya semua sistem informasi pemerintah sudah diintegrasikan. Tentu semua butuh proses guna mencapai hal tersebut. Akan tetapi dari semua proses dan tahapan yang sudah disusun dalam Inpres No. 3/2003, harus terlihat sebuah roadmap yang jelas yang semuanya butuh implementasi di tingkat instansi pemerintahan daerah.
Keluarnya UU Keterbukaan Inforasi Publik (KIP) belakangan ini, sebenarnya juga bagian dari hal itu. Fasilitas e-gov bisa dipraktekkan sebagai wujud pemenuhan informasi publik. Semua instansi pemerintahan sebenarnya diharuskan untuk membuka dan menyebarluaskan informasi yang dikelolanya untuk bisa diakses dan dimanfaatkan publik setiap waktu (dengan pengecualian tertentu). Oleh karenanya kepatuhan dan komitmen pemerintah (baik pusat maupun daerah) harus dikedepankan guna terciptanya mekanisme pemerintahan yang baik dan bersih. Prinsip good governance berada pada posisi ini, sekaligus menunjukkan bahwa proses demokratisasi dan reformasi birokrasi terus berjalan. Keterlambatan dan gaya birokrasi bertele-tele, tidak bersih, bisa diatasi dengan komitmen melaksakana e-gov dan kepatuhan dalam melaksanakan UU KIP.
Apa yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah guna mendukung proses tersebut? Beberapa hal yang saya tekankan di sini bisa jadi perhatian bersama. Pertama, perlu komitmen kuat dari eksekutif daerah untuk memandang bahwa e-gov adalah sebuah kebutuhan mutlak untuk kemajuan daerah tersebut. Melalui e-gov, semua pihak di belahan dunia semua pihak bisa mengenal daerah tersebut dan berinteraksi langsung tanpa harus hadir secara fisik. Ini jelas sebuah keuntungan besar karena akan berefek pada dorongan investasi dan percepatan pembangunan.
Kedua, komitmen tersebut harus dituangkan melalui pembangunan infrastruktur yang memadai dan menjadikan hal tersebut sebagai prioritas utama dalam anggaran. Bisa dikatakan pengembangan e-gov, selain sebagai bentuk layanan pemerintahan, juga sebuah investasi daerah yang akan membuahkan hasil dalam bentuk lainnya. Menjadikan e-gov sebagai prioritas paling belakang akan menimbulkan efek negatif ketertinggalan daerah.
Ketiga, perlu penyiapan SDM secara teknis untuk mengelola e-gov. Pemerintah perlu merekrut SDM baru dan membina SDM yang ada untuk bisa mengoperasikan dan mengelola e-gov. Hal ini penting karena ciri khas e-gov adalah updating data serta kelengkapan informasi yang ada. Dua hal ini harus dipenuhi sekaligus membedakannya dengan cara-cara konvensional. Karena itu, kesiapan SDM menjadi sangat penting sebagai pengelola e-gov.
Keempat, terpenting adalah menumbuhkan semangat membuka dan berbagi informasi di semua lini pemerintahan. Hal ini sebenarnya sudah didorong melalui UU KIP, namun implementasinya membutuhkan komitmen kuat semua pihak. Budaya birokrasi masa lalu yang cenderung mempersulit layanan harus dihapuskan. Eksekutif daerah harus berada di depan dan tidak sekedar menjadikan e-gov sebagai corong pemerintah daerah semata, namun sebagai wahana interaksi dengan publik. Guna mencapai hal ini, budaya berbagi dan membuka informasi harus dikedepankan.
Semua hal itu berguna untuk memajukan proses demokratisasi dan mewujudkan pemerintahan yang bersih dan transparan. Semakin baik dan berkualitas sebuah situs lembaga maka bisa dikatakan semakin kuat pula komitmen pemerintahan yang bersih.di kantor tersebut. Sebaliknya, bagi pemerintah daerah yang melaksanakan e-gov hanya sebatas memajang situs belaka (tanpa updating data, interaksi dan transaksi informasi), maka itulah pemerintahan yang sekedar ikut trend dan memenuhi ketentuan undang-undang belaka. Semangat transparansi tidak dimunculkan alih-alih hanya sikap pragmatis untuk menutupi kelemahan. Baiknya kita canangkan bahwa pemerintahan daerah tanpa konsep e-gov yang jelas adalah pemerintah yang cenderung korup dan jalan ditempat. Baiknya juga ia kita jadikan musuh bersama agar intitusi tersebut melek teknologi dan berpihak pada keterbukaan informasi publik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar